Dikutip dari Detik Travel, Di Bojonegoro, Jatim, terdapat fenomena alam
berupa api yang tak kunjung padam sejak zaman Majapahit yang bernama Kayangan
Api. Selain faktor gas bumi, konon api ini muncul karena unsur mistis.
Believe it or not. Di Kabupaten Bojonegoro, terdapat fenomena geologi alam berupa api yang tak kunjung padam sejak zaman Majapahit. Namanya Kayangan Api dan kini menjadi salah satu destinasi wisata ikon Kabupaten Bojonegoro. Objek unik yang berlokasi di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, ini makin populer sejak digunakan sebagai lokasi pengambilan api Pekan Olahraga Nasional (PON) XV pada tahun 2000.
Believe it or not. Di Kabupaten Bojonegoro, terdapat fenomena geologi alam berupa api yang tak kunjung padam sejak zaman Majapahit. Namanya Kayangan Api dan kini menjadi salah satu destinasi wisata ikon Kabupaten Bojonegoro. Objek unik yang berlokasi di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, ini makin populer sejak digunakan sebagai lokasi pengambilan api Pekan Olahraga Nasional (PON) XV pada tahun 2000.
Kayangan Api berjarak sekitar 15 km dari Kota
Bojonegoro dengan rute Bojonegoro-Dander-Ngasem. Sebelum masuk kawasan ini, pengunjung
hanya diminta membayar ongkos parkir. Api tak kunjung padam itu muncul dari
balik bebatuan yang dibatasi lingkaran beton. Di sekelilingnya, terdapat empat pilar dan empat
bangunan berbentuk candi kecil. Saat itu, saya berkunjung pagi hari. Api yang
muncul tak terlalu besar. Kobaran api lebih besar pada sore atau malam hari.
Sekitar 50 meter dari api abadi tersebut,
terdapat sumur yang dinamai Sumur Blekutuk. Sumur itu berisi air yang tampak
layaknya air mendidih terus-menerus. Bukan hanya bentuknya, suaranya juga sama
seperti air mendidih. Bau belerang sangat kuat tercium dari air yang tak jernih
itu. Meski demikian, sumur yang telah dipagari ini aman bagi pengunjung. Secara ilmiah, api tersebut
bersumber dari gas bumi yang tersulut api sehingga terus menyala. Memang, perut
bumi di kawasan tersebut mengandung gas dan minyak bumi yang cukup banyak.
Namun, Mbah Djuli, juru kunci Kayangan Api,
punya kepercayaan yang berbeda. Saat saya temui awal Juli lalu, dia bercerita
panjang tentang sejarah Kayangan Api. Jujur saja, saat itulah saya baru tahu
bahwa Kayangan Api bukan sekadar api yang tak kunjung padam. Mbah Djuli menuturkan, dulu
terdapat seorang pembuat benda pusaka Kerajaan Majapahit bernama Mbah Kriyo
Kusumo. Setelah bertahun-tahun membuat benda pusaka di perkampungan, Mbah Kriyo
Kusumo kemudian bertapa dan tirakat di tengah hutan. Dia membawa api dan
menyalakannya di bebatuan, tepat di sebelah tempatnya bersemedi. Api itulah
yang menyala hingga saat ini dan menjadi cikal bakal Kayangan Api.
Sejak pindah ke hutan, Mbah Kriyo Kusumo
dikenal dengan nama Mpu Supo. Dialah yang membuat benda-benda pusaka Kerajaan
Majapahit seperti keris, tombak, payung tombak, dan lain-lain. Selain api untuk
menyepuh benda-benda pusaka, Mpu Supo juga memanfaatkan air dari Sumur Blekutuk
untuk mendinginkan benda-benda pusaka. "Mengapa jarak antara api dan sumur ini jauh, itu
karena Mpu Supo sudah memperhitungkan waktu yang cukup antara penyepuhan dan
perendaman benda pusaka," ujar Mbah Djuli. Mbah Djuli mengaku sering menyaksikan keajaiban di Kayangan Api. Di
antaranya, saat memfoto api tersebut pada petang atau malam hari, dia mendapati
api tersebut berbentuk benda-benda pusaka seperti keris atau payung pusaka.
Bahkan, pernah juga api tersebut berwujud Putri Sri Wulan, putri penjaga
Kayangan Api. "Semua ini keajaiban
dan termasuk kejadian alam gaib," ujarnya sambil menunjukkan foto-foto di
handphone-nya yang menyerupai bentuk-bentuk benda pusaka dan seorang putri.
Menurut keyakinan Mbah Djuli, Mpu Supo
tidak meninggal karena di sana tidak terdapat satu pun makam. "Mpu Supo itu muksa atau
berubah wujud sepanjang masa menjadi wujud yang lain. Sering datang tamu,
mengaku ditemui seorang tua yang memberi pusaka dan diminta datang ke sini.
Saya yakin orang tua itu adalah Mpu Supo yang berubah wujud. Saya sering
sampai malam menemani tamu yang benar-benar ingin napak tilas atau tirakat di
tempat ini," terang pria paruh baya yang menjadi juru kunci sejak tahun
1977 ini.
Mbah Djuli juga meyakinkan saya bahwa Kayangan
Api adalah fenomena aneh tapi nyata. "Pertama, api ini tak pernah padam
meskipun hujan. Kedua, walaupun ada sumber api yang besar, pohon-pohon di
sekitarnya tetap subur. Ketiga, air di Sumur Blekutuk ini ternyata tidak panas
meskipun tampak mendidih. Keempat, volume air sumur tersebut stabil sepanjang
musim, tak pernah meluap atau kering," terangnya.
Kabarnya, tak sembarang orang boleh mengambil
api dari Kayangan Api. Izin hanya untuk orang dan acara khusus. Itu pun diawali
ritual tertentu, yaitu selamatan dan pagelaran seni tayub (tayuban). Misalnya, upacara Jumenengan
Ngarsodalem Hamengkubuwono X. Sebelum pengambilan api dari Kayangan Api,
diselenggarakan selamatan dan tayuban dengan gending-gending Jawa khusus
kesukaan Mpu Supo, yaitu gending Iling-Iling, Wani-Wani, dan Gunungsari.
Bisa dibayangkan mistisnya karena saat
gending-gending itu dilantunkan, tak seorang pun boleh menemani sinden tayub
(waranggono) menari. Entahlah, tampaknya, diyakini bahwa Mpu Supolah yang
menemani sang sinden.
0 komentar :
Posting Komentar